Seharusnya orang yang sedang berpuasa selalu menampakkan wajah gembira. Kegembiraan itu disebabkan oleh karena mereka sedang berada pada bulan diturunkan al Qur�an, pada bulan yang terdapat satu malam lebih utama dibanding seribu bulan, pada bulan yang ketika seseorang beribadah pahalanya dilipat gandakan, pada bulan hawa nafsu ditahan atau dikekang, dan pada bulan yang jika seseorang menjalankan puasa dengan ikhlas dan sabar akan diampuni dosanya dan lebih dari itu semua akan memperoleh derajad taqwa.
Sedemikian utama bulan ramadhan hingga beberapa bulan sebelumnya kedatangannya ditungu-tunggu. Mereka berdo�a agar umurnya diperpanjang hingga sampai bulan ramadhan. Maka, ketika berhasil memasuki bulan itu seharusnya menyertai dengan suasana gembira. Kegembiraannya itu ditampakkan lewat menjalankan puasa dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sabar, serta menyempurnakannya dengan berbagai jenis ibadah lainnya.
Pada bulan Ramadhan, orang yang sedang berpuasa tidak saja meninggalkan makan, minum, dan kegiatan lainnya yang membatalkan puasanya di siang hari, tetapi juga menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak perlu dan apalagi perbuatan yang mendatangkan dosa. Pada bulan puasa orang tidak lagi berprasangka buruk kepada orang lain, tidak lagi menghasut, iri hati, dengki, memfitnah, mengadu domba, takabur, permusuhan, balkhil, dan lain-lain.
Berbagai jenis nafsu yang merusak, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, pada Bulan Ramadhan seharusnya dipuasakan. Artinya, selama bulan itu berbagai jenis nafsu dimaksud ditahan untuk benar-benar tidak dilakukan. Dengan demikian, pada bulan Ramadhan, orang tidak saja menahan lapar tetapi juga menahan penyakit hati yang sangat membahakan tersebut. Akhirnya Bulan Ramadhan menjadi bulan yang benar-benar tidak ada hawa nafsu yang diumbar secara bebas.
Meninggalkan makan, minum, dan hal lainnya yang membatalkan puasa adalah bukan perkara berat . Sedangkan yang amat berat adalah menahan berbagai jenis nafsu tersebut. Sebagai contoh, bahwa orang berpuasa tidak boleh mengikuti kebiasaannya, ialah bakhil. Pada bulan itu, bakhil harus diubah menjadi dermawan. Tatkala memiliki harta, maka sebagian seharusnya digunakan untuk menolong orang lain. Begitu pula ketika memiliki tenaga, pikiran atau kepandaian, seharusnya diberikan kepada orang lain yang sekiranya memerlukan.
Pada bulan Ramadhan antar sesama menjadi dekat, mereka saling memberikan perhatian, menolong, peduli, dan saling menyayangi. Hal demikian itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa syetan sedang dibelenggu. Pada bulan-bulan lainnya, syetan secara bebas menunaikan pekerjaannya, sehingga orang menjadi takabur, menghasut, berprasangka buruk, memfitnah dan lain-lain. Pada Bulan Ramadhan oleh karena syetan sedang dipuasakan atau ditahan, maka perilaku manusia menjadi berubah. Keimanan mereka lebih tampak dibanding sifat-sifat kekufuran dan kemunafikannya.
Dengan demikian, Bulan Ramadhan adalah bulan kemanusiaan, bulan kasih sayang, bulan tolong menolong, bulan di mana masing-masing orang saling memberi, bulan yang dihiasi oleh akhlak yang baik dan mulia. Itulah sebenarnya hakekat puasa. Pada bulan Ramadhan orang berhenti dari saling tuduh menuduh, saling menyalahkan, saling merendahkan antar sesama, saling berbantah dan apalagi memperbantahkan ayat-ayat al Qur�an, saling mencari menang dan benarnya sendiri, dan sejenisnya. Maka, pada bulan itu yang terbangun adalah kedamaian yang sebenarnya.
Siapapun yang mampu menjalankan kebaikan tersebut maka akan diangkat derajadnya menjadi taqwa. Dengan begitu, sebenarnya ibadah puasa bukan sebatas menahan makan, minum, dan hal lain yang membatalkannya, tetapi lebih dari itu adalah mempuasakan hawa nafsu. Manusia yang sehari-hari bebas mengikuti hawa nafsunya, maka sebulan penuh, yaitu pada Bulan Ramadhan dilatih untuk menahan atau menghindarinya. Betapa berat mengalahkan hawa nafsu, sehingga memerlukan latihan selama satu bulan di antara sebelas bulan lainnya. Melalui latihan sebulan penuh itu, mereka yang berpuasa diharapkan meraih kemenangan di dalam hidupnya. Yaitu, menang melawan hawa nafsu yang berada pada dirinya sendiri. Wallahu a�lam
Sedemikian utama bulan ramadhan hingga beberapa bulan sebelumnya kedatangannya ditungu-tunggu. Mereka berdo�a agar umurnya diperpanjang hingga sampai bulan ramadhan. Maka, ketika berhasil memasuki bulan itu seharusnya menyertai dengan suasana gembira. Kegembiraannya itu ditampakkan lewat menjalankan puasa dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sabar, serta menyempurnakannya dengan berbagai jenis ibadah lainnya.
Pada bulan Ramadhan, orang yang sedang berpuasa tidak saja meninggalkan makan, minum, dan kegiatan lainnya yang membatalkan puasanya di siang hari, tetapi juga menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak perlu dan apalagi perbuatan yang mendatangkan dosa. Pada bulan puasa orang tidak lagi berprasangka buruk kepada orang lain, tidak lagi menghasut, iri hati, dengki, memfitnah, mengadu domba, takabur, permusuhan, balkhil, dan lain-lain.
Berbagai jenis nafsu yang merusak, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, pada Bulan Ramadhan seharusnya dipuasakan. Artinya, selama bulan itu berbagai jenis nafsu dimaksud ditahan untuk benar-benar tidak dilakukan. Dengan demikian, pada bulan Ramadhan, orang tidak saja menahan lapar tetapi juga menahan penyakit hati yang sangat membahakan tersebut. Akhirnya Bulan Ramadhan menjadi bulan yang benar-benar tidak ada hawa nafsu yang diumbar secara bebas.
Meninggalkan makan, minum, dan hal lainnya yang membatalkan puasa adalah bukan perkara berat . Sedangkan yang amat berat adalah menahan berbagai jenis nafsu tersebut. Sebagai contoh, bahwa orang berpuasa tidak boleh mengikuti kebiasaannya, ialah bakhil. Pada bulan itu, bakhil harus diubah menjadi dermawan. Tatkala memiliki harta, maka sebagian seharusnya digunakan untuk menolong orang lain. Begitu pula ketika memiliki tenaga, pikiran atau kepandaian, seharusnya diberikan kepada orang lain yang sekiranya memerlukan.
Pada bulan Ramadhan antar sesama menjadi dekat, mereka saling memberikan perhatian, menolong, peduli, dan saling menyayangi. Hal demikian itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa syetan sedang dibelenggu. Pada bulan-bulan lainnya, syetan secara bebas menunaikan pekerjaannya, sehingga orang menjadi takabur, menghasut, berprasangka buruk, memfitnah dan lain-lain. Pada Bulan Ramadhan oleh karena syetan sedang dipuasakan atau ditahan, maka perilaku manusia menjadi berubah. Keimanan mereka lebih tampak dibanding sifat-sifat kekufuran dan kemunafikannya.
Dengan demikian, Bulan Ramadhan adalah bulan kemanusiaan, bulan kasih sayang, bulan tolong menolong, bulan di mana masing-masing orang saling memberi, bulan yang dihiasi oleh akhlak yang baik dan mulia. Itulah sebenarnya hakekat puasa. Pada bulan Ramadhan orang berhenti dari saling tuduh menuduh, saling menyalahkan, saling merendahkan antar sesama, saling berbantah dan apalagi memperbantahkan ayat-ayat al Qur�an, saling mencari menang dan benarnya sendiri, dan sejenisnya. Maka, pada bulan itu yang terbangun adalah kedamaian yang sebenarnya.
Siapapun yang mampu menjalankan kebaikan tersebut maka akan diangkat derajadnya menjadi taqwa. Dengan begitu, sebenarnya ibadah puasa bukan sebatas menahan makan, minum, dan hal lain yang membatalkannya, tetapi lebih dari itu adalah mempuasakan hawa nafsu. Manusia yang sehari-hari bebas mengikuti hawa nafsunya, maka sebulan penuh, yaitu pada Bulan Ramadhan dilatih untuk menahan atau menghindarinya. Betapa berat mengalahkan hawa nafsu, sehingga memerlukan latihan selama satu bulan di antara sebelas bulan lainnya. Melalui latihan sebulan penuh itu, mereka yang berpuasa diharapkan meraih kemenangan di dalam hidupnya. Yaitu, menang melawan hawa nafsu yang berada pada dirinya sendiri. Wallahu a�lam
Sumber :Imamsuprayogo.com