Memperhatikan orang-orang sukses di dalam hidupnya tampak bahwa mereka memiliki kemampuan membaca dan atau juga mencipta. Orang yang memiliki kemampuan membaca akan sanggup melihat potensi dan memanfaatkan hasil bacaannya untuk keperluan hidupnya. Demikian pula orang yang mampu menciptakan sesuatu yang berguna bagi orang lain, maka keberadaannya akan dibutuhkan dan dihargai.
Tidak semua orang memiliki kemampuan dalam kedua hal tersebut. Menjadikan seseorang agar pandai membaca dan juga mencipta tidak mudah. Seseorang yang ingin meraih kemampuan tersebut, maka yang bersangkutan harus mengikuti pendidikan dan juga memerlukan waktu lama. Lembaga pendidikan yang ada selama ini sebenarnya adalah berusaha menjadikan orang yang belajar di tempat itu agar pintar membaca dan menciptakan sesuatu yang kehendaki.
Seseorang belajar berbagai jenis teori dalam suatu disiplin ilmu adalah agar mereka pintar membaca sesuatu yang terkait dengan teori yang dipelajarinya itu. Seorang yang belajar teori ekonomi misalnya, agar mereka mampu dengan cepat membaca gejala, peluang, dan berbagai hal terkait dengan kehidupan itu. Belajar politik agar seseorang memahami tentang politik dan juga mampu memprediksi kecenderungan politik, baik pada saat ini maupun keadaannya yang akan datang. Demikian pula dalam mempelajari ilmu-ilmu lainnya.
Belajar membaca apapun ternyata tidak mudah. Banyak orang belajar disimplin ilmu hingga bertahun-tahun tetapi ternyata belum mampu memahami kehidupan yang terkait dengan disiplin ilmu yang dipelajarinya itu, dan apalagi menciptakan sesuatu yang baru. Sekian lama orang belajar politik, ternyata juga masih saja gagal tatkala terjun ke dalam dunia politik. Begitu pula, seseorang yang sedemikian lama belajar ekonomi, tetapi masih belum berhasil memahami gejala emkonomi. Itulah sebabnya jumlah ahli atau pakar di berbagai bidang selalu terbatas dan menjadi sulit dicari.
Lembaga pendidikan memberikan berbagai pengetahuan dan teori agar seseorang mampu membaca. Akan tetapi keberhasilan itu sangat ditentukan oleh yang bersangkutan sendiri. Seseorang hingga berahun-tahun belajar atau kuliah, tetapi tidak kelihatan kepintarannya. Secara formal mereka mendapatkan ijazah dan juga gelar akademik, tetapi oleh karena yang bersangkutan tidak memiliki tradisi dan atau kebiasaan berpikir keras tentang hal yang dipelajarinya itu, maka akhirnya gagal memperoleh pengakuan tentang keahlian atau kepakarannya.
Seseorang menjadi sukses, tidak terkecuali sukses memiki kemampuan membaca dan mencipta, adalah tergantung dari usaha yang bersangkutan. Siapapun tidak akan mampu merubah keadaan orang lain. Perubahan itu akan selalu tergantung dari kemauan dirinya sendiri. Jiwa yang ada pada dirinya itulah yang harus diubah oleh yang bersangkutan. Ketika seseorang ingin menjadi penulis, maka yang bersangkutan harus menyenangi kegiatan tulis menulis atau berjiwa penulis. Seseorang ingin menjadi pendidik, maka yang bersangkutan sendiri harus menumbuhkan jiwa pendidik yang ada pada dirinya. Begitu pula dalam membangun keahlian atau kemampuan membaca pada bidang-bidang lainnya akan tergantung dari niat atau kemauan yang bersangkutan.
Kitab suci al Qur�an memposisikan kegiatan membaca dan mencipta sedemikian penting. Ayat yang pertama kali turun adalah merupakan perintah membaca. Demikian pula asma�ul husna, atau nama-nama Allah yang mulia, yang disebutkan pertama kali adalah al Khaliq atau Yang Maha Mencipta. Manakala penyebutan perintah membaca dan mencipta pada awal turunnya ayat tersebut dimaknai sebagai petunjuk tentang betapa pentingnya persoalan itu memperoleh perhatian, maka sesungguhnya membaca dan mencipta di dalam kehidupan ini sedemikian pentingnya.
Banyak orang sukses pada kenyataannya juga ditentukan oleh kemampuan yang bersangkutan di dalam membaca dan mencipta. Oleh karena itu manakala lembaga pendidikan diarahkan untuk menjadikan orang pintar membaca dan mencipta dalam pengertian luas, maka bangsa ini ke depan akan menjadi maju. Bangsa ini, telah lama dirasakan sulit maju, sebenarnya adalah oleh karena tidak banyak orang yang pintar membaca dan mencipta. Bahkan, jika disebut sebagai bangsa yang masih kalah dan tertinggal, sebenarnya hanyalah oleh karena lembaga pendidikan yang dimiliki belum mampu mengantarkan lulusannya pintar membaca dan mencipta itu. Wallahu a�lam - See more at: http://imamsuprayogo.com/viewd_artikel.php?pg=2989#sthash.ygJ9PDNc.dpuf
Tidak semua orang memiliki kemampuan dalam kedua hal tersebut. Menjadikan seseorang agar pandai membaca dan juga mencipta tidak mudah. Seseorang yang ingin meraih kemampuan tersebut, maka yang bersangkutan harus mengikuti pendidikan dan juga memerlukan waktu lama. Lembaga pendidikan yang ada selama ini sebenarnya adalah berusaha menjadikan orang yang belajar di tempat itu agar pintar membaca dan menciptakan sesuatu yang kehendaki.
Seseorang belajar berbagai jenis teori dalam suatu disiplin ilmu adalah agar mereka pintar membaca sesuatu yang terkait dengan teori yang dipelajarinya itu. Seorang yang belajar teori ekonomi misalnya, agar mereka mampu dengan cepat membaca gejala, peluang, dan berbagai hal terkait dengan kehidupan itu. Belajar politik agar seseorang memahami tentang politik dan juga mampu memprediksi kecenderungan politik, baik pada saat ini maupun keadaannya yang akan datang. Demikian pula dalam mempelajari ilmu-ilmu lainnya.
Belajar membaca apapun ternyata tidak mudah. Banyak orang belajar disimplin ilmu hingga bertahun-tahun tetapi ternyata belum mampu memahami kehidupan yang terkait dengan disiplin ilmu yang dipelajarinya itu, dan apalagi menciptakan sesuatu yang baru. Sekian lama orang belajar politik, ternyata juga masih saja gagal tatkala terjun ke dalam dunia politik. Begitu pula, seseorang yang sedemikian lama belajar ekonomi, tetapi masih belum berhasil memahami gejala emkonomi. Itulah sebabnya jumlah ahli atau pakar di berbagai bidang selalu terbatas dan menjadi sulit dicari.
Lembaga pendidikan memberikan berbagai pengetahuan dan teori agar seseorang mampu membaca. Akan tetapi keberhasilan itu sangat ditentukan oleh yang bersangkutan sendiri. Seseorang hingga berahun-tahun belajar atau kuliah, tetapi tidak kelihatan kepintarannya. Secara formal mereka mendapatkan ijazah dan juga gelar akademik, tetapi oleh karena yang bersangkutan tidak memiliki tradisi dan atau kebiasaan berpikir keras tentang hal yang dipelajarinya itu, maka akhirnya gagal memperoleh pengakuan tentang keahlian atau kepakarannya.
Seseorang menjadi sukses, tidak terkecuali sukses memiki kemampuan membaca dan mencipta, adalah tergantung dari usaha yang bersangkutan. Siapapun tidak akan mampu merubah keadaan orang lain. Perubahan itu akan selalu tergantung dari kemauan dirinya sendiri. Jiwa yang ada pada dirinya itulah yang harus diubah oleh yang bersangkutan. Ketika seseorang ingin menjadi penulis, maka yang bersangkutan harus menyenangi kegiatan tulis menulis atau berjiwa penulis. Seseorang ingin menjadi pendidik, maka yang bersangkutan sendiri harus menumbuhkan jiwa pendidik yang ada pada dirinya. Begitu pula dalam membangun keahlian atau kemampuan membaca pada bidang-bidang lainnya akan tergantung dari niat atau kemauan yang bersangkutan.
Kitab suci al Qur�an memposisikan kegiatan membaca dan mencipta sedemikian penting. Ayat yang pertama kali turun adalah merupakan perintah membaca. Demikian pula asma�ul husna, atau nama-nama Allah yang mulia, yang disebutkan pertama kali adalah al Khaliq atau Yang Maha Mencipta. Manakala penyebutan perintah membaca dan mencipta pada awal turunnya ayat tersebut dimaknai sebagai petunjuk tentang betapa pentingnya persoalan itu memperoleh perhatian, maka sesungguhnya membaca dan mencipta di dalam kehidupan ini sedemikian pentingnya.
Banyak orang sukses pada kenyataannya juga ditentukan oleh kemampuan yang bersangkutan di dalam membaca dan mencipta. Oleh karena itu manakala lembaga pendidikan diarahkan untuk menjadikan orang pintar membaca dan mencipta dalam pengertian luas, maka bangsa ini ke depan akan menjadi maju. Bangsa ini, telah lama dirasakan sulit maju, sebenarnya adalah oleh karena tidak banyak orang yang pintar membaca dan mencipta. Bahkan, jika disebut sebagai bangsa yang masih kalah dan tertinggal, sebenarnya hanyalah oleh karena lembaga pendidikan yang dimiliki belum mampu mengantarkan lulusannya pintar membaca dan mencipta itu. Wallahu a�lam - See more at: http://imamsuprayogo.com/viewd_artikel.php?pg=2989#sthash.ygJ9PDNc.dpuf