Sejak usia anak-anak, menjelang datangnya bulan Puasa, saya selalu mendengarkan penjelasan, agar menyambut bulan suci Ramadhan dengan gembira. Dijelaskan bahwa beberapa hadits nabi menganjurkan bersikap seperti itu. Bahkan dua bulan sebelumnya, yaitu pada Bulan Rajab dan Bulan Sya�ban, dianjurkan supaya berdoa, memohon kepada Allah, agar dikaruniai usia hingga bulan itu. Sedemikian mulia bulan Ramadhan, sehingga diperlakukan secara khusus.
Anjuran agar bergembira tersebut, jika direnungkan secara mendalam, sebenarnya tidak mudah dipahami. Sebab, gembira itu adalah suasana hati yang tidak bisa disuruh dan apalagi dipaksakan. Kegembiraan itu muncul oleh karena ada sesuatu yang ditunggu atau diharapkan, dan kemudian harapan itu benar-benar datang. Bagi anak kecil, dan juga mungkin orang awam pada umumnya, tidak mudah membayangkan bahwa bulan puasa itu menyenangkan. Sebaliknya, akan dirasakan membebani atau memberatkan. Selain bulan Ramadhan, siapapun boleh makan, minum, dan lain-lain di siang hari, tetapi pada bulan itu dilarang.
Dengan maksud agar bergembira, maka dijelaskan kelebihan Bulan Ramadhan dibanding pada bulan-bulan lainnya. Misalnya, pada bulan Ramadhan turun al Qur�an yang pertama kali, pada bulan itu terdapat satu malam yang lebih utama dibanding seribu bulan, pintu-pintu surga dibuka dan sebaliknya pintu neraka ditutup rapat, syetan dibelenggu agar tidak menggoda orang yang sedang berpuasa, dan lain-lain. Mendengar penjelasan itu masih juga belum dengan sendirinya muncul di dalam hati suasana gembira.
Kegembiraan yang sebenarnya tidak mungkin datang dengan cara dipaksakan atau direkayasa. Sebagaimana dikemukakan di muka, bahwa kegembiraan itu adalah suasana hati yang tidak bisa diperintah, disuruh, didorong, atau direkayasa oleh siapapun. Kegembiraan itu datang dengan sendirinya, dan bukan sesuatu yang harus didatangkan. Gembira adalah rasa yang diberikan oleh Allah dan tidak bisa dibuatnya sendiri. Gembira yang dibuat sendiri akan menjadi palsu, seolah-olah atau kepura-puraan. Padahal menyambut gembira karena memasuki bulan tersebut adalah kegembiraan yang tulus dan bukan yang dibuat-buat.
Dalam waktu yang cukup lama, saya masih sulit memahami, anjuran agar bergembira ketika masuk bulan tersebut. Pemahaman itu akhirnya berhasil saya ketemukan setelah mengingat salah satu ayat al Qur�an yang turun pada bulan sebelumnya, ialah pada Bulan Sya�ban. Ayat al Qur�an yang saya maksudkan adalah Surat al Ahzaab ayat 56 : � Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat atas Nabi, Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kepadanya, dan berilah salam dengan sungguh-sungguh.
Ayat al Qur�an tersebut saya tangkap maknanya bahwa Allah dan Malaikat selalu berhubungan, kontak, atau menyambung dengan utusan (Nabi) Nya. Selanjutnya atas tauladan-Nya itu, Allah memerintahkan orang beriman agar supaya juga melakukan hal yang sama. Manakala orang-orang yang beriman selalu menyambung hubungan atau kontak secara terus menerus dengan Allah dan Rasul-Nya, maka akan muncul kecintaan dan bahkan lebih dari itu hatinya akan merasa tenang, teduh, damai, dan menjadi sehat.
Menyambung hubungan dengan Allah dan Rasul-Nya adalah dilakukan melalui berdzikir dan shalat secara khusu�. Itulah sebabnya, berdzikir atau ingat Allah hendaknya dilakukan sepanjang waktu, baik tatkala berdiri, duduk, dan berbaring. Selain itu juga dilakukan melalui shalat secara khusu�. Shalat khusu� ternyata tidak mudah dilakukan. Kekhusu�an hanya bisa diperoleh manakala shalat itu dilakukan dengan bacaan, gerakan, waktu, dan tempat yang tepat.
Sebagai bahan pertimbangan, adalah menyangkut tentang tempat shalat. Shalat khusu� bisa dilakukan manakala di dalam shalat tidak saja menghadap ke arah kiblat, tetapi hatinya sebisa-bisa diarahkan agar berada di Baitullah. Secara fisik, shalat bisa dijalankan di mana saja, asal tempat itu layak dan bersih, tetapi hatinya supaya di tempatkan di Baitullah, Ka�bah, berada di Masjidil Haram. Lewat cara itu, maka di dalam menjalankan shalat akan semakin berkonsentrasi pada satu tempat dan tidak mengingat ke mana-mana yang menjadikan tidak khusu�.
Manakala seseorang selalu berdzikir atau ingat Allah, tentu bisa dilakukan di dalam hati, dan shalat secara khusu�, maka suasana batin yang bersangkutan akan menjadi teduh, tenang, dan damai, sehingga hati menjadi sehat. Hati yang sehat, tenang, dan damai akan bergembira ketika mendengarkan apa saja yang baik dan mulia. Akhirnya, melalui ayat tersebut, saya menemukan jawaban, bahwa bagi orang yang selalu menyambungkan dirinya dengan Allah dan Rasul-Nya, maka kegembiraan itu akan datang dengan sendirinya, tidak terkecuali adalah pada saat datangnya bulan Ramadhan. Wallahu a�lam.
Anjuran agar bergembira tersebut, jika direnungkan secara mendalam, sebenarnya tidak mudah dipahami. Sebab, gembira itu adalah suasana hati yang tidak bisa disuruh dan apalagi dipaksakan. Kegembiraan itu muncul oleh karena ada sesuatu yang ditunggu atau diharapkan, dan kemudian harapan itu benar-benar datang. Bagi anak kecil, dan juga mungkin orang awam pada umumnya, tidak mudah membayangkan bahwa bulan puasa itu menyenangkan. Sebaliknya, akan dirasakan membebani atau memberatkan. Selain bulan Ramadhan, siapapun boleh makan, minum, dan lain-lain di siang hari, tetapi pada bulan itu dilarang.
Dengan maksud agar bergembira, maka dijelaskan kelebihan Bulan Ramadhan dibanding pada bulan-bulan lainnya. Misalnya, pada bulan Ramadhan turun al Qur�an yang pertama kali, pada bulan itu terdapat satu malam yang lebih utama dibanding seribu bulan, pintu-pintu surga dibuka dan sebaliknya pintu neraka ditutup rapat, syetan dibelenggu agar tidak menggoda orang yang sedang berpuasa, dan lain-lain. Mendengar penjelasan itu masih juga belum dengan sendirinya muncul di dalam hati suasana gembira.
Kegembiraan yang sebenarnya tidak mungkin datang dengan cara dipaksakan atau direkayasa. Sebagaimana dikemukakan di muka, bahwa kegembiraan itu adalah suasana hati yang tidak bisa diperintah, disuruh, didorong, atau direkayasa oleh siapapun. Kegembiraan itu datang dengan sendirinya, dan bukan sesuatu yang harus didatangkan. Gembira adalah rasa yang diberikan oleh Allah dan tidak bisa dibuatnya sendiri. Gembira yang dibuat sendiri akan menjadi palsu, seolah-olah atau kepura-puraan. Padahal menyambut gembira karena memasuki bulan tersebut adalah kegembiraan yang tulus dan bukan yang dibuat-buat.
Dalam waktu yang cukup lama, saya masih sulit memahami, anjuran agar bergembira ketika masuk bulan tersebut. Pemahaman itu akhirnya berhasil saya ketemukan setelah mengingat salah satu ayat al Qur�an yang turun pada bulan sebelumnya, ialah pada Bulan Sya�ban. Ayat al Qur�an yang saya maksudkan adalah Surat al Ahzaab ayat 56 : � Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat atas Nabi, Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kepadanya, dan berilah salam dengan sungguh-sungguh.
Ayat al Qur�an tersebut saya tangkap maknanya bahwa Allah dan Malaikat selalu berhubungan, kontak, atau menyambung dengan utusan (Nabi) Nya. Selanjutnya atas tauladan-Nya itu, Allah memerintahkan orang beriman agar supaya juga melakukan hal yang sama. Manakala orang-orang yang beriman selalu menyambung hubungan atau kontak secara terus menerus dengan Allah dan Rasul-Nya, maka akan muncul kecintaan dan bahkan lebih dari itu hatinya akan merasa tenang, teduh, damai, dan menjadi sehat.
Menyambung hubungan dengan Allah dan Rasul-Nya adalah dilakukan melalui berdzikir dan shalat secara khusu�. Itulah sebabnya, berdzikir atau ingat Allah hendaknya dilakukan sepanjang waktu, baik tatkala berdiri, duduk, dan berbaring. Selain itu juga dilakukan melalui shalat secara khusu�. Shalat khusu� ternyata tidak mudah dilakukan. Kekhusu�an hanya bisa diperoleh manakala shalat itu dilakukan dengan bacaan, gerakan, waktu, dan tempat yang tepat.
Sebagai bahan pertimbangan, adalah menyangkut tentang tempat shalat. Shalat khusu� bisa dilakukan manakala di dalam shalat tidak saja menghadap ke arah kiblat, tetapi hatinya sebisa-bisa diarahkan agar berada di Baitullah. Secara fisik, shalat bisa dijalankan di mana saja, asal tempat itu layak dan bersih, tetapi hatinya supaya di tempatkan di Baitullah, Ka�bah, berada di Masjidil Haram. Lewat cara itu, maka di dalam menjalankan shalat akan semakin berkonsentrasi pada satu tempat dan tidak mengingat ke mana-mana yang menjadikan tidak khusu�.
Manakala seseorang selalu berdzikir atau ingat Allah, tentu bisa dilakukan di dalam hati, dan shalat secara khusu�, maka suasana batin yang bersangkutan akan menjadi teduh, tenang, dan damai, sehingga hati menjadi sehat. Hati yang sehat, tenang, dan damai akan bergembira ketika mendengarkan apa saja yang baik dan mulia. Akhirnya, melalui ayat tersebut, saya menemukan jawaban, bahwa bagi orang yang selalu menyambungkan dirinya dengan Allah dan Rasul-Nya, maka kegembiraan itu akan datang dengan sendirinya, tidak terkecuali adalah pada saat datangnya bulan Ramadhan. Wallahu a�lam.
- Sumber : Imamsuprayogo.com