Cacique
(Keucik) dan Guacanagari (Kuasanagari) dalam catatan Miguel Pericas of
Cadiz. Dia turut serta dalam ekspedisi Columbus dan mencatat
petualangannya dari hari ke hari. Laporan Pericas disempurnakan oleh
empat penulis terkemuka yang kenal dekat dengan Columbus. Yakni Peter
Martin, Oviedo, Las Casas dan Fernando Calon. Berdasarkan sumber utama
dari laporan tersebut, C. Walter Hodges menulis buku Columbus Sails.
Diterbitkan oleh Penguin Books pada 1939. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.
SUDAH ada masyarakat beradat-istiadat Minang dan Aceh di Benua Amerika ketika Christopher Columbus "menemukan" benua itu. Bagaimana bisa? Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
Tiga kali Christopher Columbus bolak-balik berlayar Spanyol-Benua Amerika sebelum meninggal pada 1506.
Berdasarkan laporan pelayarannya yang pertama (Agustus 1492-Maret 1493) kepada Raja Ferdinand dan Ratu Isabella di Catalonia--basis tim sepakbola Barcelona sekarang--dan merujuk catatan Miguel Pericas of Cadiz, penulis yang menyertai petualangan Columbus, diketahui sudah ada masyarakat di sana.
"Kami menjumpai penduduk yang teramat ramah…hidupnya berbudi dan saksama," begitu bunyi laporannya.
Dikisahkan, mereka jumpa masyarakat yang kepala kaumnya disebut Keucik dan Kuasanagari. Baca: Saat Menemukan benua Amerika, Columbus Jumpa Orang Minang dan Aceh.
"Desa itu terletak di pedalaman. Lebih kurang satu mil dari laut. Sebuah jalan di antara ladang-ladang dikerjakan sangat baik. Ada tanah lapang yang besar di depan rumah Keucik. Di tanah lapang itulah beberapa malam belakangan berlangsung pesta sampai fajar. Kami dijamu secara raja-raja. Makanan yang paling pokok ialah ikan yang dibubuhi bumbu," tulis Pericas.
Suatu hari, datanglah rombongan Kuasanagari dari wilayah yang jaraknya tiga hari perjalanan dari tempat mereka berpesta.
Berikut kami cuplikan catatan harian Miquel Pericas...
Tatkala ia datang maka kedatangannya itu bersama pengiring bangsawan. Sewaktu dia makin dekat maka kami mendengarkan bunyi genderang dan nyanyian di seberang ladang-ladang jagung.
Kuasanagari diangkut dalam sebuah tandu yang dipikul delapan orang. Dikelilingi para pembesarnya. Barisan paling depan, rombongan genderang dan para penari.
Mereka punya beberapa hukum dan bersikap memelihara seluruhnya. Kebanyakan hak milik, dimiliki bersama. Dan apapun yang mereka lakukan, mereka lakukan secara bersama-sama.
Berdasarkan itu, Joesoef Sou'yb dalam Pelaut Indonesia Menemukan Benua Amerika Sebelum CH. Columbus menafsir, ciri-ciri yang disampaikan Miquel Pericas of Cadiz koheren dengan adat-istiadat orang Sumatera.
"Segalanya milik bersama dan dikerjakan bersama untuk kepentingan bersama memang merupakan ciri hak milik sepanjang adat Minangkabau," tulis Joesoef.
Tentang barisan genderang, menurut Joesoef, mau tak mau mengingatkan siapa pun kepada adat istiadat Minang. Yakni barisan gendang pada upacara mengiringkan pembesar adat.
Penari yang dimaksud Pericas, bisa jadi sewah dan atau seudati yang koheren dengan istilah Keucik dan Kuasanagari--pemuka kaum yang menyambut Columbus di Amerika. "Sewah itu semacam tarian Minang yang gerakannya mirip silat. Tapi, bukan silat," kata Anton, yang sudah mempelajari budaya Minang sejak kanak-kanak.
Apalagi, saat jamuan berlangsung, sebagaimana dicatat Pericas, mereka duduk bersila di atas bantal. Columbus duduk di samping Kuasanagari. Dia diperlakukan sangat hormat. "Itu merupakan tradisi pemuka adat di daerah Minang dan Aceh. Di dunia ini, pimpinan kaum dengan istiah Keucik hanya ada di Aceh dan Kuasanagari hanya ada di Minang," Joesoef meyakinkan.
Nah, bila tafsir Joesoef itu benar tentu kita bertanya; Bagaimana bisa orang Minang dan Aceh berkampung di Benua Amerika? Kemana mereka sekarang?
Berdasarkan penelitian kecil-kecilan baru-baru ini, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu sedikit banyak sudah kami temukan.--bersambung (wow/jpnn)
sumber : Jpnn.com