Menyangkut pendidikan, bahwa persoalan mendasar
yang dicari dan atau dibutuhkan sekarang ini adalah bagaimana cara
mendidik manusia agar menjadi semakin baik. Berbagai pengalaman telah
dikumpulkan dan bahkan sudah berhasil dirumuskan menjadi ilmu, tetapi
ternyata belum ada cara terbaik yang secara pasti bisa dipedomani oleh
banyak orang. Pendidikan di mana-mana masih dijalankan atas dasar
pendapat orang dan kebanyakan masih bersifat coba-coba.
Demikian pula, manusia yang disebut baik secara konsisten atau mantap tidak banyak ditemukan. Seseorang yang semula dianggap dan diakui sebagai orang baik, ternyata kemudian justru dipandang sebaliknya. Betapa banyak orang yang semula dianggap baik dan hebat, namun dalam perjalanan hidup selanjutnya dianggap tidak patut ditiru. Artinya, manusia dapat berubah-ubah. Pada awalnya baik, kemudian berubah menjadi baiasa-biasa, dan bahkan akhirnya jatuh, dan dianggap jelek.
Demikian pula betapa banyak pemimpim masyarakat dan bahkan juga negara, semula baik, dicintai dan dihormati, tetapi akhirnya berubah dan atau dipandang jelek, dan begitu juga sebaliknya. Manusia dari waktu ke waktu pada kenyataannya bisa berubah-ubah dan juga disikapi dan dinilai secara berbeda-beda pula. Tidak sedikit pemimpin bangsa, yang pada awalnya dianggap baik dan dipilih atas pertimbangan yang dianggap benar, tetapi akhirnya dicampakkan, menjadi orang yang dianggap berkhianat.
Juga banyak cara yang ditempuh untuk memperbaiki kualitas orang, mulai lewat pendidikan, kursus, penataran, dan lain-lain. Setelah diberikan berbagai ilmu pengetahuan, pelatihan, pencerahan, wawasan, dan semacamnya, seseorang dianggap menjadi semakin baik. Akan tetapi ternyata, pengetahuan dan ketrampilan yang telah diberikan dimaksud tidak memiliki arti apa-apa, oleh karena pikiran, sikap, dan perilakunya dianggap berubah dan tidak ada bedanya antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan dan pelatihan.
Menjadikan orang baik ternyata tidak mudah. Pendidikan saja ternyata tidak cukup. Orang berharap agar lembaga pendidikan mampu menjadi tempat perubahan pribadi seseorang. Seseorang yang semula tidak baik akan menjadi baik setelah berada di lingkungan pendidikan. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak saja murid yang gagal menjadi baik, bahkan tenaga pendidiknya sekalipun tidak semua mampu mempertahankan prestasinya dalam menjaga moral. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang terdengar, guru atau jenis pendidik lainnya melakukan penyimpangan moral atau kesalahan fatal.
Dalam pespektif agama, agar seseorang menjadi baik maka harus melakukan kegiatan ritual secara konsisten. Dalam Islam misalnya, agar menjadi baik atau disebut bertaqwa, seseorang harus banyak mengingat Tuhan, menjalankan shalat lima waktu secara istiqomah, membayar zakat, menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Ilmu pengetahuan tidak cukup menjadi bekal agar seseorang menjadi baik. Bahkan penyandang ilmu pengetahuan jika tidak dibekali atau disempurnakan dengan kekuatan iman justru bekemungkinan akan menjadi kekuatan perusak yang lebih dahsyat.
Memang dikhawatirkan bahwa kemiskinan akan membawa pada kekufuran. Akan tetapi orang miskin tidak selalu menjadi kufur. Bahkan sebaliknya, betapa banyak orang kaya justru menjadi sombong, riya, bakhil, bermusuhan memperebutkan kekayaan dan jabatan atau fasilitas lainnya. Menjadi baik tidak selalu terkait dengan kekayaan dan bahkan juga ilmu pengetahuan. Banyak orang miskin dan tidak banyak ilmu yang dimiliki, tetapi hidupnya justru baik, dan demikian pula sebaliknya, banyak otrang kaya dan pintarf tetapi sekaligus juga menjadi perusak dan banyak melakukan kejahatan.
Dalam sejarah kemanusian, banyak kejahatan dilakukan justru oleh orang yang memiliki kekayaan, kecerdasan, dan juga kekuasaan. Di dalam kitab suci al Qur�an, orang yang disebut baik dan beruntung di dalam kehidupan adalah orang yang mau mensucikan dirinya dengan banyak mengingat Allah dan menjalankan shalat. Maka, untuk menjadi orang baik tidak selalu mensyaratkan banyak ilmu, kekayaan, atau apalagi kekuasaan, ���-sekalipun semua itu perlu, melainkan adalah melalui cara selalu mendekatkan diri pada Dzat Yang Maha Agung dan Mulia, ialah Tuhan Yang maha Kuasa. Wallahu a�lam ,
Demikian pula, manusia yang disebut baik secara konsisten atau mantap tidak banyak ditemukan. Seseorang yang semula dianggap dan diakui sebagai orang baik, ternyata kemudian justru dipandang sebaliknya. Betapa banyak orang yang semula dianggap baik dan hebat, namun dalam perjalanan hidup selanjutnya dianggap tidak patut ditiru. Artinya, manusia dapat berubah-ubah. Pada awalnya baik, kemudian berubah menjadi baiasa-biasa, dan bahkan akhirnya jatuh, dan dianggap jelek.
Demikian pula betapa banyak pemimpim masyarakat dan bahkan juga negara, semula baik, dicintai dan dihormati, tetapi akhirnya berubah dan atau dipandang jelek, dan begitu juga sebaliknya. Manusia dari waktu ke waktu pada kenyataannya bisa berubah-ubah dan juga disikapi dan dinilai secara berbeda-beda pula. Tidak sedikit pemimpin bangsa, yang pada awalnya dianggap baik dan dipilih atas pertimbangan yang dianggap benar, tetapi akhirnya dicampakkan, menjadi orang yang dianggap berkhianat.
Juga banyak cara yang ditempuh untuk memperbaiki kualitas orang, mulai lewat pendidikan, kursus, penataran, dan lain-lain. Setelah diberikan berbagai ilmu pengetahuan, pelatihan, pencerahan, wawasan, dan semacamnya, seseorang dianggap menjadi semakin baik. Akan tetapi ternyata, pengetahuan dan ketrampilan yang telah diberikan dimaksud tidak memiliki arti apa-apa, oleh karena pikiran, sikap, dan perilakunya dianggap berubah dan tidak ada bedanya antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan dan pelatihan.
Menjadikan orang baik ternyata tidak mudah. Pendidikan saja ternyata tidak cukup. Orang berharap agar lembaga pendidikan mampu menjadi tempat perubahan pribadi seseorang. Seseorang yang semula tidak baik akan menjadi baik setelah berada di lingkungan pendidikan. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak saja murid yang gagal menjadi baik, bahkan tenaga pendidiknya sekalipun tidak semua mampu mempertahankan prestasinya dalam menjaga moral. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang terdengar, guru atau jenis pendidik lainnya melakukan penyimpangan moral atau kesalahan fatal.
Dalam pespektif agama, agar seseorang menjadi baik maka harus melakukan kegiatan ritual secara konsisten. Dalam Islam misalnya, agar menjadi baik atau disebut bertaqwa, seseorang harus banyak mengingat Tuhan, menjalankan shalat lima waktu secara istiqomah, membayar zakat, menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Ilmu pengetahuan tidak cukup menjadi bekal agar seseorang menjadi baik. Bahkan penyandang ilmu pengetahuan jika tidak dibekali atau disempurnakan dengan kekuatan iman justru bekemungkinan akan menjadi kekuatan perusak yang lebih dahsyat.
Memang dikhawatirkan bahwa kemiskinan akan membawa pada kekufuran. Akan tetapi orang miskin tidak selalu menjadi kufur. Bahkan sebaliknya, betapa banyak orang kaya justru menjadi sombong, riya, bakhil, bermusuhan memperebutkan kekayaan dan jabatan atau fasilitas lainnya. Menjadi baik tidak selalu terkait dengan kekayaan dan bahkan juga ilmu pengetahuan. Banyak orang miskin dan tidak banyak ilmu yang dimiliki, tetapi hidupnya justru baik, dan demikian pula sebaliknya, banyak otrang kaya dan pintarf tetapi sekaligus juga menjadi perusak dan banyak melakukan kejahatan.
Dalam sejarah kemanusian, banyak kejahatan dilakukan justru oleh orang yang memiliki kekayaan, kecerdasan, dan juga kekuasaan. Di dalam kitab suci al Qur�an, orang yang disebut baik dan beruntung di dalam kehidupan adalah orang yang mau mensucikan dirinya dengan banyak mengingat Allah dan menjalankan shalat. Maka, untuk menjadi orang baik tidak selalu mensyaratkan banyak ilmu, kekayaan, atau apalagi kekuasaan, ���-sekalipun semua itu perlu, melainkan adalah melalui cara selalu mendekatkan diri pada Dzat Yang Maha Agung dan Mulia, ialah Tuhan Yang maha Kuasa. Wallahu a�lam ,
Sumber : Jpnn.com