Pada suatu saat, saya terhentak oleh pernyataan seseorang yang mengatakan bahwa dalam hal memperbaiki akhlak, jangankan terhadap orang lain, sedangkan terhadap diri sendiri saja sebenarnya tidak bisa dilakukan. Banyak orang berharap agar kejujuran, sebagai bagian dari akhlak mulia, dapat diwujudkan, tetapi ternyata juga tidak mudah dihasilkan. Orang yang sehari-hari bertugas menjaga tegaknya kejujuran sekalipun, ternyata yang bersangkutan sendiri saja belum tentu mampu menjalankannya.
Kejujuran yang dimaksudkan adalah jujur yang tumbuh dari kesadarannya sendiri dan bukan hanya karena takut hukuman, atau resiko lainnya. Sebab ada saja orang jujur hanya karena takut resiko dari pelanggarannya. Jujur yang demikian itu hanya bersifat semu. Tatkala resiko itu dianggap tidak ada lagi, maka yang bersangkutan akan melakukan apa saja yang dimaui. Hal demikian itu belum termasuk orang yang disebut jujur.
Semua orang akan menyadari bahwa jujur adalah sebuah keindahan dan sangat diperlukan dalam kehidupan, baik secara pribadi dan apalagi bermasyarakat. Manakala di dalam kehidupamn berhasil ditegakkan kejujuran, maka hidup ini akan menjadi sangat murah. Jika semua orang sudah jujur, maka tidak diperlukan pengawasan, pembukuan, polisi, jaksa, hakim, dan sejenisnya. Berbagai pihak itu diperlukan oleh karena manusia tidak mampu berbuat jujur.
Juga dikatakan bahwa akhlak, termasuk kejujuran, tidak bisa dibentuk oleh kekuatan manusia sendiri. Perbaikan akhlak bukan berada pada ranah manusia, melainkan berada pada ranah Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, siapa saja yang akan berusaha memperbaiki akhlak orang lain, pasti gagal. Jangankan memperbaiki akhlak orang lain, sementara itu memperbaiki akhlak dirinya sendiri saja ternyata tidak berhasil dilakukan.
Mendengarkan pernyataan di muka bahwa, akhlak sebenarnya tidak bisa diperbaiki oleh kekuatan manusia, termasuk oleh lembaga pendidikan sekalipun, saya mencoba merenung panjang untuk mencari jawaban dan atau bukti yang dapat digunakan untuk memahaminya. Melalui renungan panjang itu akhirnya mendapatkan jawaban bahwa ternyata memang demikian itu halnya. Akhlak atau kejujuran yang bersumber dari hati seseorang yang paling dalam ternyata tidak bisa dibentuk oleh manusia dan bahkan oleh dirinya sendiri.
Aklhlak adalah urusan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu untuk memperbaiki, hendaknya menyerahkan saja kepada yang memiliki hak untuk itu. Betapa sulitnya memperbaiki akhlak dan bagian di antaranya adalah kejujuran itu, maka bukti tentang itu sudah sedemikian banyak. Tidak sedikit orang berpendidikan dan bahkan pejabat setinggi apapun, yang dijamin bahwa yang bersangkutan selalu mampu menjaga kejujurannya secara istiqaamah. Seseorang yang tampaknya jujur, tetapi tidak lama kemudian, ternyata ketidak-jujurannya juga tampak.
Bahkan jabatan tertentu yang oleh karena jenis tugasnya adalah menjaga kejujuran maka untuk memilihnya dilakukan melalui seleksi yang sedemikian ketat hingga diyakini benar tentang kejujurannya. Sekalipun demikian, ternyata masih gagal. Seseorang yang dipandang atau dinilai jujur ternyata masih tidak jujur juga. Selain itu, jika akhlak atau kejujuran bisa dibangun melalui pendidikan, maka seharusnya semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka yang bersangkutan semakin jujur. Namun tingkat kejujuran itu ternyata justru berbalik, yaitu semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang semakin tidak mampu menjaga kejujuran.
Kejujuran yang bersumber atau merupakan panggilan hati nurani, yakni yang bukan sekedar merupakan hasil pengawasan atau ancaman hukuman, dalam ajaran Islam, sebenarnya hanya dapat dibangun melalui kegiatan spiritual, yaitu shalat secara khusu�. Orang yang shalat secara khusu�, maka akan membuahkan hati yang bersih. Sedangkan hati yang bersih itulah sebenarnya yang menjadikan seseorang berakhlak mulia dan bagian di antaranya adalah jujur sebagaimana dimaksudkan itu. Sifat jujur adalah bersumber dari hati yang sehat dan bersih. Maka, mengajak diri sendiri agar menjadi jujur, sebenarnya tidak ada jalan lain kecuali dengan cara membersihkan hati melalui shalat secara khusu� sebagaimana dimaksud. Wallahu a�lam
Sumber ; imamsuprayogo.com