Hukum - Ada fakta mengejutkan semenjak diberlakukannnya Undang-Undang No 6/2014 tentang Desa dan bergulirnya kebijakan Dana Desa oleh pemerintah. Setelah empat tahun undang-undang itu berlaku ternyata menuai banyak penyelewengan yang mengarah pada korupsi bagi aparatur desa itu sendiri.
Kabareskrim Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto menjelaskan, penegakan hukum dalam pengawasan dana desa yang telah berjalan sejak 2015 dengan menyiapkan 2.700 orang penyidik. Semua penyidik itu ditugaskan untuk penanganan korupsi di daerah. Semenjak adanya kebijakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sudah tertangkap 215 kepala desa (kades) masuk penjara.
”Hal ini patut disayangkan, kami tidak ingin para kepala desa semua ditangkap dan dipenjara. Perlu pembinaan dari pihak-pihak terkait agar dalam pengelolaan dana desa menjadi tepat sasaran,” tegas Ari Dono saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (5/9), sebagaimana dilansir Indopos (Jawa Pos Group).
Selain unsur Polri, RDP itu juga diikuti oleh pihak Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Bappenas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kejaksaan Agung (Kejagung), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sementara itu, Dirjen BPKP Iskandar Novianto menyatakan, dalam upaya menangkal adanya penyelewengan dana desa, pihaknya sudah membuat aplikasi bekerjasama dengan Kemendagri. Pada 6 november 2015 Kemendagri sudah menerbitkan surat edaran Kemendagri mengenai Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang diberlakukan di seluruh desa, dan pada 2017.
”Kemudahan dari segi aplikasi dan pengendalian pengawsan serta perbaikan, agar output yang diminta oleh regulasi bisa dihasilkan sesuai yang diminta dan ini untuk memudahkan desa membiuat laporan keuangan terkait dana desa,” tutupnya.
Untuk diketahui pada 2015 pemerintah mengalokasikan anggaran dana desa Rp 20,7 triliun. Lantas angka itu meningkat lagi pada 2016 sebesar Rp 46,9 triliun dan 2017 sebanyak Rp 60 triliun.
Sumber : Jambi-independent.co.id
Kabareskrim Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto menjelaskan, penegakan hukum dalam pengawasan dana desa yang telah berjalan sejak 2015 dengan menyiapkan 2.700 orang penyidik. Semua penyidik itu ditugaskan untuk penanganan korupsi di daerah. Semenjak adanya kebijakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sudah tertangkap 215 kepala desa (kades) masuk penjara.
”Hal ini patut disayangkan, kami tidak ingin para kepala desa semua ditangkap dan dipenjara. Perlu pembinaan dari pihak-pihak terkait agar dalam pengelolaan dana desa menjadi tepat sasaran,” tegas Ari Dono saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (5/9), sebagaimana dilansir Indopos (Jawa Pos Group).
Selain unsur Polri, RDP itu juga diikuti oleh pihak Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Bappenas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kejaksaan Agung (Kejagung), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sementara itu, Dirjen BPKP Iskandar Novianto menyatakan, dalam upaya menangkal adanya penyelewengan dana desa, pihaknya sudah membuat aplikasi bekerjasama dengan Kemendagri. Pada 6 november 2015 Kemendagri sudah menerbitkan surat edaran Kemendagri mengenai Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang diberlakukan di seluruh desa, dan pada 2017.
”Kemudahan dari segi aplikasi dan pengendalian pengawsan serta perbaikan, agar output yang diminta oleh regulasi bisa dihasilkan sesuai yang diminta dan ini untuk memudahkan desa membiuat laporan keuangan terkait dana desa,” tutupnya.
Untuk diketahui pada 2015 pemerintah mengalokasikan anggaran dana desa Rp 20,7 triliun. Lantas angka itu meningkat lagi pada 2016 sebesar Rp 46,9 triliun dan 2017 sebanyak Rp 60 triliun.
Sumber : Jambi-independent.co.id