Kerinci, tidak hanya terkenal dengan keindahan alam, serta keseniannya saja. Masyarakat Kerinci juga memiliki keunikan budaya peninggalan leluhur mereka, yang masih dilestarikan oleh warga.
TRADISI unik yang masih dianut oleh warga Kerinci adalah tradisi mandi balimau. Tradisi ini terdapat hampir di semua desa di Kerinci, yang dilaksanakan dengan cara yang berbeda. Baru-baru ini dilaksanakan oleh warga Tigo Luhah Semurup, Kecamatan Air Hangat, Kabupaten Kerinci, Minggu (13/5).
Bagi warga semurup, tradisi mandi balimau merupakan ritual wajib yang harus dilaksanakan menjelang pelaksanaan kenduri sko. Sebelum mandi balimau, tokoh adat terlebih dahulu mengadakan ritual ngasap negeri.
Ritual ngasap negeri berlangsung selama tiga hari berturut-turut, yang akan dilakukan oleh 1.002 ninik mamak yang ada di Semurup. Setelah ngasap negeri akan dilaksanakan mandi balimau dan penganugerahan gelar adat,” ujar depati linggang alam kunci negeri, Daripus.
Ia mengaku, ritual ini sudah ada sejak nenek moyang dulu, tujuan untuk menolak bala, dan menghindari sakit musiman. Selain bunga tujuh rupa, air yang dipercikkan selama mengelilingi kampung, juga berisikan limau, yang sudah dimalamkan di rumah gedang masing-masing, oleh anak batino.
Selain menjadi ritual tolak bala, prosesi ini juga mengingatkan kepada kaum adat, betapa beratnya tugas yang harus dipikul, dan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan sang pencipta,” kata Daripus, yang juga merupakan Kabag Pemerintahan Pemkab Kerinci.
Pada hari pelaksanaan mandi balimau, belasan ribu warga semurup tumpahruah ke lokasi, tepatnya di air Semurup (pinggir Batang Merao), untuk mengikuti ritual adat yang dilaksanakan selama lima tahun sekali.
Puluhan wanita-wanita tua terlihat sibuk menyiapkan perlengkapan ritual. Ada beberapa di antara mereka yang seperti kesurupan. Asap kemenyanpun mengepul ke udara, sambil membaca berbagai mantra.
Sekitar pukul 09.45 WIB jelang mandi balimau dilaksanakan, beberapa perempuan tua marah-marah mendatangi tokoh adat. Beberapa sesepuh desa mengaku perempuan tua tersebut sedang kemasukan arwah nenek moyang mereka.
Seharusnya mandi balimau dilaksanakan sebelum jam 09.00 WIB pagi, namun sekarang waktunya sudah lewat. Mereka marah karena ada yang salah dalam prosesi ritual,” ungkap salah satu warga yang mengenakan baju adat.
Setelah semuanya siap, ritual mandi balimaupun mulai dilaksanakan, sekitar pukul 10.30 WIB, yang ditandai oleh suara azan oleh warga. Hulubalangpun sibuk menjalankan tugasnya, untuk meluangkan jalan, serta mengawal tokoh adat yang akan melintas.
Suasa pun mendadak panik, karena para hulubalang tersebut mengibaskan pedang mereka, dan menusuk-nusukkan tombak, untuk menghalau warga yang menutup jalan ke lokasi mandi balimau. Bahkan kaum perempuan sempat teriak histeris, karena takut terkena sabetan pedang para hulubalang. Bukak..Bukak..Bukak,” teriak hulubalang agar warga membukakan jalan.
Ketika suasana sudah mulai terkendali, petinggi adat yang didampingi para hulubalang, lantas naik ke atas panggung yang terbuat dari bambu, yang dibangun didalam sungai. Perlengkapan mandi balimaupun mulai dibawa naik ke panggung tersebut, yang disaksikan langsung oleh Gubernur Jambi Hasan Basri Agus, dan Bupati Kerinci H Murasman, yang turun dari rumah pesusun setelah menerima anugerah adat.
Warga yang sejak lama berdesakan menunggu ritual tersebut, langsung menyerbu ke lokasi. Warga tidak peduli lagi dengan pedang dan tombak hulubalang, dan berebutan lewat di bawah panggung kecil tersebut, untuk mandi balimau yang dimandikan oleh petinggi adat.
Setelah mandi balimau, warga diharuskan keluar dari sisi lain dengan cara menyeberang sungai. Warga yang datang dari arah yang berlawanan, langsung dihadang oleh hulubalang, bahkan sempat terjadi kejar-kejaran, karena ada warga yang nekat datang dari seberang sungai.
Setelah ikut mandi balimau, ada sesuatu yang terasa berbeda. Ada rasa ketenangan jiwa dan kebersihan hati. Apa lagi tradisi ini hanya dilakukan selama lima tahun sekali,” ungkap warga yang selesai mandi balimau.
Setelah mengikuti mandi balimau, warga yang sudah menyeberangi sungai langsung berkumpul ke balai adat, untuk mengikuti acara selanjutnya, yakni penganugerahan gelar adat kepada Gubernur Jambi dan Bupati Kerinci.
Berpantang mandi balimau dilakukan, sebelum rajo simpan bumi menurunkan puncung putih dari rumah gedang,” ujar tohoh adat Semurup, Sukman Depati, ditemui Tribun di lokasi mandi balimau, Minggu (13/5).
Air yang digunakan untuk mandi balimau, di antaranya jeruk, rupa-rupa bunga, serta berbagai alat lainnya. Mandi balimau merupakan ritual untuk membersihkan diri, baik secara lahir maupun secara batin,” terangnya.
Tokoh masyarakat lainnya, Jon Atman Depati, mengatakan ritual ini merupakan peninggalan nenek moyang mereka. Depati simpan bumi orangnya sangat alim. Sebelum dia masuk ke masjid harus mandi balimau dulu di sini untuk membersihkan diri. Hal ini masih dilakukan oleh warga,” katanya.
Untuk informasi, dalam acara kenduri sko tigo luhah semurup, juga dilaksanakan penganugerahan gelar adat kepada Gubernur Jambi, Hasan Barsi Agus (HBA), dengan gelar Depati Pagar Negaro Pemuncak Jambi, dan H Murasman mendapatkan gelar Depati Intan Pagar Bumi Jati Pamuncak Kinci.
Dengan diberikan penganugerahan gelar adat ini, orang nomor satu di Provinsi Jambi, dan orang nomor satu di Kabupaten Kerinci, secara tidak langsung sudah menjadi bagian adat, dan bagian masyarakat Semurup.
Sumber : http://jambi.tribunnews.com/