Kerincigoogle.com, New Mandala dengan alamat situs asiapacific.anu.edu.au
adalah situs yang didirikan Profesor Andrew Walker dan Dr Nicholas
Farrelly dari Coral Bell School of Asia Pacific Affairs, Australian
National University, pada Juni 2006. Situs ini berisi rangkaian analisis
dan perspektif politik terkait dengan dinamika yang terjadi di kawasan
Asia Tenggara.
Pada Jumat kemarin (6/11), situs tersebut memuat artikel yang ditulis
oleh kontributor tamu, seorang dosen Ilmu Politik Asia Tenggara pada
School of Oriental and African Studies di London, Dr Michael Buehler.
Dalam artikel tersebut, Buehler mengungkapkan, sebuah perusahaan
konsultan Singapura diketahui telah membayar US$ 80.000 atau
kurang-lebih Rp 1 miliar kepada sebuah firma pelobi asal Las Vegas,
Amerika Serikat, untuk membantu Presiden Joko mendapatkan akses ke
Gedung Putih, dalam kunjungan Joko ke Amerika Serikat, akhir Oktober
lalu.
Buehler mengutip dokumen per 8 Juni 2015 yang dibuka ke Kementerian
Kehakiman Amerika Serikat per 17 Juni 2015. Dokumen itu menyatakan,
konsultan Singapura, Pereira International PTE LTD, telah menyepakati
kerja sama dengan R&R Partner’s Inc, pelobi asal Las Vegas, senilai
US$ 80.000. Dengan kesepakatan itu, R&R Partner’s akan bekerja
sebagai konsultan bagi para pejabat RI, yang membantu untuk mendapatkan
akses ke Washington, untuk kunjungan Joko Widodo ke Amerika Serikat.
R&R Partner’s juga akan mengomunikasikan pentingnya Indonesia bagi
Amerika Serikat di sektor keamanan, perdagangan, dan ekonomi, kepada
orang-orang berpengaruh di Gedung Putih.
Terungkap juga, kontrak tersebut mengidentifikasi sosok konsultan
yang dimaksud, yaitu Morgan Baumgartner, selaku Executive Vice President
and General Counsel R&R Partner’s. Kontrak itu diteken oleh Sean
Tonner selaku President R&R Partners dan Derwin Pereira atas nama
Pereira International.
Buehler menulis juga, situs web R&R Partner’s tidak menunjukkan
bahwa konsultan tersebut tahu banyak tentang dinamika politik di
Indonesia atau berpengalaman bekerja di Indonesia, yang dapat bisa
mengomunikasikan pentingnya Indonesia bagi Amerika Serikat. Ini juga
terkkonfirmasi dari latar belakang Baumgartner dan Tonner.Akan halnya
Derwin Pereira, konsultan Singapura yang membayar US$ 80.000 ke R&R
Partners untuk Pemerintah Indonesia, memang punya rekam jejak yang
sangat meyakinkan. Pereira adalah mantan Kepala Biro The Straits Times
di Jakarta pada 1998, lalu ditempatkan di Washington, hingga akhirnya
mengundurkan diri dan mendirikan konsultan.
Derwin Pereira adalah master lulusan Harvard dan juga anggota dewan
internasional pada Kennedy School’s Belfer Center for Science and
International Affairs. Pereira juga membiayai Derwin Pereira Graduate
Fellowship untuk mendukung program beasiswa Edward S Mason bagi pelajar
dan mahasiswa dari Indonesia.
Pereira pernah bekerja sama dengan Yayasan Anchora yang didirikan
mantan Menteri Perdagangan era Presiden Yudhoyono, Gita Wirjawan, guna
menyeleksi warga negara Indonesia yang layak mendapat beasiswa. Salah
satu yang lolos dari “seleksi” itu adalah Agus Yudhoyono, anak sulung
Presiden Yudhoyono.
Pereira sejak tahun 2012 juga mensponsori Derwin Pereira Indonesia
Initiative (DPII), sebuah seri dialog yang digelar di Washington,
Amerika Serikat, yang menampilkan para politisi Indonesia yang
diperhitungkan bersama Center for Strategic and International Studies
(CSIS), lembaga tangki pemikiran di Indonesia.
Walau Pereira memiliki rekam jejak yang panjang dalam urusan lobi
dengan elite-elite di pemerintahan Indonesia, kontraknya dengan R&R
Partner’s tak sedikit pun menyebut nama atau pejabat Indonesia, termasuk
Menko Polkam Luhut Pandjaitan, yang berangkat ke Amerika Serikat pada
Maret lalu terkait dengan rencana kunjungan Joko ke sana.
Namun, menurut Buehler mencatat, Pereira memiliki kaitan yang jelas
dan sangat erat dengan Luhut Panjaitan. Pereira menulis sejumlah cerita
tentang Luhut saat menjadi wartawan The Straits Times di Indonesia dan
juga mewawancarainya di Singapura saat Luhut menjadi Duta Besar RI untuk
Singapura pada 1999-2000.
Laman Pereira International juga menampilkan foto Luhut sama seperti
yang terpampang pada situs Toba Sejahtra, perusahaan tambang dan
perkebunan milik Luhut. “Namun, tak ada bukti bahwa Luhut-lah yang
memerintahkan Pereira untuk membayar R&R Partner’s sebesar US$
80.000 atas jasa lobinya,” kata Buehler.
Buehler menilai, pencapaian diplomasi dari kunjungan Joko ke Amerika
Serikat mengecewakan. Selain adanya R&R Partner’s tadi, dia juga
menyebut lemahnya koordinasi antarpejabat dan diplomat Indonesia.
Di media sosial internet, apa yang diungkapkan Buehler langsung
menjadi viral. Bahkan, di Twitter muncul hastag atau tanda pagar
#JokowiPakeMakelar yang masuk ke daftar trending topic dunia. Ketika
berita ini ditulis, hastag #JokowiPakeMakelar sudah nangkring di urutan
kedua dunia.
Sampai sekarang belum ada tanggapan dari Kantor Presiden, Kementerian
Luar Negeri Indonesia, atau dari Pereira atas artikel Buehler
tersebut.
Sumber : NBCIndonesia.com