Setiap proyek pembangunan biasanya sudah diukur masa bertahannya sesuai dengan yang telah direncanakan. Ada proyek pembangunan gedung perkantoran, fasilitas umum, sekolah dan lain-lain mampu bertahan hingga tiga puluhan tahun. Sebuah jembatan dirancang hingga ratusan tahun. Jalan raya hingga sepuluh tahun, dan seterusnya. Bagi para insinyur, di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini, memperkirakan masa bertahan sebuah hasil pembangunan fisik seperti contoh tersebut tidaklah terlalu sulit.
Daya tahan pembangunan tersebut biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan juga besarnya nilai proyek. Oleh karena itu ada beberapa tipe pembangunan, misalnya bangunan sementara, semi permanen, dan atau bangunan permanen. Para pelaksana pembangunan biasanya sudah mengerti hal terkait dengan kualiktas dan daya tahan bangunan dimaksud. Semua hal yang terkait dengan pembangunan itu telah dihitung berdasarkan kesepakatan bersama, yaitu antara owner, penyandang dana, dan pelaksana pembangunan.
Sekalipun sudah disepakati bersama oleh pihak-pihak yang terkait, dalam pelaksanaan proyek pembangunan adalah wajar jika terjadi penyimpangan. Di mana-mana orang berani menyimpang dari rencana semula dengan maksud untuk memperoleh keuntungan lebih besar, atau mengikuti kemauan pihak terkait dengan dalih agar mendapatkan proyek lanjutan di masa mendatang. Pokoknya, apapun motif atau latar belakang perubahan itu bisa dilakukan untuk memperoleh keuntungan pihak-pihak tertentu.
Penyimpangan yang demikian itu rupanya di mana-mana bisa terjadi. Oleh karena itu maka di dalam pelaksanaan proyek pembangunan selalu ditunjuk, selain pihak perencanaan, juga dilengkapi dengan pengawas. Para pengawas inilah yang sehari-hari mengontrol pelaksanaan pembangunan agar tidak terjadi penyimpangan. Selain itu, terutama proytek pembangunan milik pemerintah masih diawasi oleh Inspektorat Jendral, BPKP, dan juga BPK. Maka pengawasan itu sebenarnya sedemikian ketat. Seolah-olah sudah tidak ada celah untuk melakukan penyimpangan.
Namun demikian, ternyata ada saja di mana-mana berita tentang proyek pembangunan sudah rusak sebelum waktunya. Pembangunan gedung perkantoran, sekolah, pasar atau lainnya, sekalipun belum lama diresmikan ternyata sudah ambruk. Selain itu, ada saja proyek jalan raya, yang baru beberapa kali saja terkena hujan ternyata aspalnya sudah mengelupas. Pembangunan jalan raya, menurut perencanaan, akan bertahan hingga lima sampai sepuluh tahun, ternyata baru setahun sudah harus diperbaiki lagi. Padahal kegiatan pengawasan sudah dianggap sedemikian ketat. Demikian pula berbagai instansi yang berwenang mengawasi juga sudah menjalankan tugasnya.
Melihat kenyataan seperti itu, oleh karena penyimpangan sudah dianggap sebagai kebiasaan, dalam arti terjadi di mana-mana, maka masyarakat bersikap apatis. Masyarakat sudah mengetahui bahwa dalam pembangunan dimaksud telah terjadi kong kalikong atau kerjasama antara pihak-pihak yang berkepentingan untuk saling memperoleh keuntungan bersama-sama, sehingga kemudian dibiarkannya. Mereka maklum bahwa demikian itulah yang biasa terjadi. Kejahatan yang sangat merugikan masyarakat itu, dianggap tidak perlu untuk dilakukan pencegahan. Mereka menganggap bahwa apapun yang dilakukan akan percuma, oleh karena semua itu sudah merupakan bisnis di antara banyak pihak yang berkuasa dan orang yang memiliki banyak uang.
Untuk mengatasi penyimpangan yang sudah sedemikian mengakar itu, sementara orang mengatakan bahwa sistemnya harus diubah. Namun sementara orang lainnya juga pesimis, sebab apapun sistem yang dijalankan., peraturan, dan bahkan resiko berupa ancaman yang sedemikian berat ketika terjadi penyimpangan, manakala manipulasi dan atau penyimpangan itu sudah dilakukan oleh jaringan yang satu dengan lain sudah kait mengkait, maka tidak akan membawa dampak apa-apa. Pengawasan biasanya hanya bisa menjangkau atau mendeteksi pada wilayah yang tampak, yaitu berupa bukti fisik atau dokumen. Sementera itu kedua hal tersebut dengan mudah bisa dimanipulasi. Sebenarnya sepanjang orang masih mau melakukan penyimpangan, betapapun ketatnya pengawasan, peraturan, dan besarnya ancaman terhadap penyimpangan itu, maka niat jahat itu masih akan bisa dilaksanakan
Maka sebenarnya, tatkala ada proyek pembangunan gedung, sekolah, berbagai jenis fasilitas umum, termasuk pengaspalan jalan sudah rusak sebelum waktunya, maka letak kelemahan itu adalah berada pada hati orang yang terlibat di dalamnya. Manakala hati mereka itu kuat dan sehat, sehingga mampu mengontrol dirinya agar bisa berbuat benar dan jujur, maka tanpa pengawasan dan bahkan sistem yang rapi sekalipun, penyimpangan bisa dicegah. Pengawasan akan berada di dalam dada masing-masing pelaksana pembangunan itu. Sebaliknya, jika apa yang ada di dalam dada itu lembek, sakit, dan bahkan gelap, maka penyimpangan itu akan sangat mudah terjadi. Sehingga, proyek pembangunan akan rusak sebelum waktunya. Oleh karena itu, letak penyebab kerusakan berbagai proyek pembangunan bukan pada perencanaan, sistem, dan birokrasinya, melainkan apa yang berada di dalam hati masing-masing orang yang terlibat pada kegiatan itu. Dengan demikian, upaya perbaikan dan menyehatkan hati selamanya menjadi penting selalu dilakukan. Wallahu a�lam
Sumber : Imamsuprayogo.com