Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Prof Imam Suprayogo : Pentingnya Memahami Perilaku Diri Sendiri

Selasa, 29 Maret 2016 | 11.12 WIB Last Updated 2016-03-29T04:12:06Z
Selama ini di berbagai lembaga pendidikan diajarkan tentang ilmu alam, ilmu sosial, dan humaniora. Semua ilmu itu sebenarnya mempelajari tentang benda atau orang, tetapi yang dimaksudkan itu adalah orang lain. Ilmu sosial mempelajari perilaku orang, tetapi lagi-lagi sebenarnya adalah bukan perilaku dirinya sendiri. Pelajaran untuk memahami diri sendiri seolah-olah dianggap kurang penting sehingga terlewatkan. Lewat pembelajaran, para siswa banyak diajak belajar tentang orang lain, tetapi dibiarkan tidak mengerti tentang diri sendiri.

Akibatnya, lulusan pendidikan menjadi mengerti orang lain dan sebaliknya, belum paham tentang dirinya sendiri. Dari pembelajaran itu, orang lain olehnya berusaha dipahami dan dianalisis. Hasilnya, bisa jadi dianggap banyak melakukan kesalahan dan kekurangan, sementara dirinya sendiri dianggapnya selalu benar. Orang lain dianggap banyak kelemahan, dan bahkan tidak mengerti apa-apa, sementara dirinya sendiri yang dirasakan telah cukup, bebas dari kesalahan, dan bahkan merasa perlu meningkatkan kualitas orang lain.

Keadaan yang digambarkan itu pasti banyak dialami oleh orang yang merasa dirinya besar, serba lebih, dan atau menjadi pemimpin. Seseorang yang oleh lingkungannya dianggap sebagai orang besar, maka ia akan merasa dirinya sudah berlebih, sudah paham, dan mengerti tentang banyak hal. Sebaliknya, orang lain dan apalagi mereka yang berada di bawahnya selalu dianggap berkurangan, dan tidak mengerti, sehingga harus diberi petunjuk atau arahan. Perasaan seperti itu mendorong seseorang selalu berkeinginan memberi nasehat, petunjuk, dan sejenisnya. Padahal sebenarnya yang justru tidak paham atau tidak mengerti adalah dirinya sendiri. Banyak orang mengerti tentang orang lain, tetapi tidak paham tentang perilakunya sendiri.

Merasa bahwa dirinya sudah benar, maka orang lain dianggap salah atau masih berkekurangan. Apa saja terkait orang lain diukur dari dirinya sendiri. Manakala orang lain dianggap berbeda maka harus disamakan dengan dirinya. Padahal sebenarnya justru dirinya itu yang keliru. Orang lain dianggap menyimpang atau bahkan korupsi, padahal yang melakukan korupsi itu sebenarnya justru adalah dirinya sendiri. Hal demikian itu rupanya umum dan terjadi di mana-mana, bahwa orang mampu melihat orang lain, tetapi gagal tatkala memahami atau mengerti tentang perilakunya sendiri.

Padahal seseorang akan bersedia memperbaiki dirinya tatkala ia telah memahami kesalahan atau kekurangannya, Namun sebagaimana dikemukakan di muka bahwa menjadikan seseorang mengerti tentang dirinya sendiri bukan perkara mudah, apalagi tentang perilaku batinnya. Memahami dirinya dari aspek fisiknya saja memerlukan alat bantu, ialah cermin atau kaca. Pada waktu menjadi rektor, saya merasa sulit mengerti, mengapa para mahasiswa berpakaian seenaknya hingga belum menggambarkan status yang disandangnya. Sebagai mahasiswa perguruan tinggi Islam seharusnya berpakaian pantas dan rapi, sebagaimana yang diharapkan kelak menjadi calon ulama.

Berbagai himbauan, nasehat, anjuran, tata tertib, semua telah diberikan, tetapi tetap tidak berpengaruh. Suatu saat, saya berpikir bahwa, jangan-jangan para mahasiswa dimaksud belum memahami tentang penampilan dirinya sendiri secara lebih utuh. Untuk membantu mahasiswa agar memahami dirinya sendiri, ��-sekalipun sekedar dari aspek fisiknya, saya mengusulkan kepada bagian kemahasiswaan, agar memasang cermin selebar-lebarnya di depan pintu masuk kantor. Maksud saya dengan cermin dimaksud, siapapun yang lewat pintu itu akan mengerti tentang bagaimana penampian dirinya. Ternyata benar, lewat kaca itu orang menjadi tahu penampilannya sendiri, dan kemudian lama kelamaan, mereka menjadi berubah. Mungkin saja, melalui cermin lebar itu, mereka menjadi tahu tentang dirinya sendiri dan kemudian berusaha mengubahnya.

Umpama saja banyak orang, berhasil mengetahui tentang perilakunya sendiri dan menganggapnya kurang pantas, maka kemungkinan atas kesadasarannya akan mengubahnya. Persoalannya adalah bagaimana seseorang menjadi tahu dan menyadari bahwa perilakunya kurang menyenangkan orang lain. Pada umumnya, setiap orang merasakan, dirinya sudah menjadi yang terbaik. Sedangkan jika ada orang lain yang mengingatkan akan marah atau setidaknya tersinggung. Agama sebenarnya, mengajak umatnya untuk memahami diri sendiri. Oleh karena itulah kitab suci, al Qur�an, lebih banyak mengajak berdialog dengan diri seseorang, dan bahkan berbicara dengan hati. Ternyata, seseorang mau berubah jika yang bersangkutan mengerti tentang kekurangan perilakunya sendiri. Persoalannya adalah bagaimana agar seseorang mengerti tentang dirinya. Jawabnya adalah, mengajak bersama-sama, agar orang selalu membiasakan untuk membaca kitab suci. Sebab, kItab suci itulah sebenarnya yang banyak berbicara tentang diri seseorang. Wallahu a�lam - 

×
Berita Terbaru Update