Sehebat-hebat orang pasti pada suatu saat merasakan galau, atau dalam bahasa jawa disebut sumpek. Perasaan itu tidak bisa dihindari oleh siapapun, baik hanya karena menjadi pejabat tinggi, kekayaan melimpah, memiliki proyek meraksasa, atau lainnya. Bahkan orang yang tampak memiliki segala-galanya itu ternyata justru lebih berpeluang hatinya merasa sumpek.
Seseorang yang memiliki jabatan tinggi bisa jadi kegalauannya timbul dari jabatannya itu, orang kaya raya menjadi galau, serba khawatir, was-was, oleh karena kekayaannya, orang yang sedang memiliki proyek besar dan apalagi merasa ada kekurangan dalam mengerjakan proyeknya itu, maka hatinya tidak akan tenang. Maka artinya, kelebihan justru akan menjadi sebab hati dan pikiran nya terganggu.
Orang yang sedang galau atau sumpek, biasanya tidur saja tidak nyenyak, makan tidak terasa nikmat, mau beristirahat masih teringat apa saja yang dimilikinya itu. Mereka khawatir tanggung jawab jabatannya tidak bisa diselesaikan, hartanya akan berkurang, dan proyeknya tidak berhasil diselesaikan. Akhirnya, apa saja yang dikejar-kejar, setelah sukses tidak selalu meringankan, melainkan justru menambah beban hidupnya.
Agar hidup ini tidak menjadi galau, maka sebenarnya ada cara-cara mudah untuk menghindari. Di antaranya, ialah seseorang harus pandai menata hatinya. Apa saja yang dimiliki tidak perlu dirasa sebagai miliknya secara berlebih-lebihan, dan harus dipertahankan. Apa saja yang dimilikinya itu seharusnya dipandang sama dengan dirinya sendiri. Kelebihan yang dimilikinya itu datang dan suatu waktu nanti akan kembali, ialah kembali ke asalnya. Demikian pula seharusnya disadari bahwa, dirinya sendiri dahulunya tidak ada, dan pasti suatu ketika nanti juga akan kembali menjadi tidak ada.
Suasana hati seperti secara singkat digambarkan itu, menjadikan seseorang tidak terlalu mencintai apa yang ada pada dirinya, baik jabatan, kedudukan, gelar, kekayaan, dan sebagainya. Boleh saja seseorang mencintainya, tetapi jika berlebihan maka dirinya sendiri justru akan menjadi tersiksa. Harta dan jabatannya, berapapun besar dan tingginya, tidak akan mampu menolong dirinya, tetapi kadang justru sebaliknya, keberadaan dirinya hanya menjadi alat oleh apa saja yang dimilikinya itu.
Sumpek atau galau itu letaknya di hati. Apa yang ada di dalam hati itu disebut ruh atau iman, yang seharusnya dipelihara. Caranya adalah berusaha mengingat Dzat Yang Memberi Kepercayaan itu, di antaranya melalui shalat yang khusu�. Yaitu, shalat yang mampu menghubungkan ruh atau iman itu dengan Allah dan Rasul-Nya. Perasaan berhasil bertemu yang dilakukan setidaknya lima kali dalam sehari semalam, menjadikan kegalauan atau rasa sumpek itu akan hilang dengan sendirinya. Namun, jika sesudah menjalankannya masih galau, maka shalatnya belum berhasil dilakukan secara khusu�.
Di zaman modern seperti sekarang ini, sejalan dengan semakin meningkatnya keadaan ekonomi, untuk mengusir kegalauan atau rasa sumpek, maka tidak sedikit orang menyediakan waktu untuk berekreasi, atau berwisata. Mereka bersama-sama keluarga datang ke mall, ke tempat-tempat wisata yang dianggap menarik dan indah, sekalipun harus menempuh perjalanan yang jauh dan berbiaya mahal. Namun apakah dengan berekreasi itu kegalauannya menjadi berkurang dan apalagi hilang, maka jawabnya masih belum tentu.
Bisa saja sepulang dari berekreasi atau berwisata, mereka justru merasa capek, uangnya habis, masih merasa tidak puas, dan akhirnya justru bertambah galau. Melalui kegiatan dimaksud, matanya dihibur dengan pemandangan indah, lidahnya dimanjakan dengan makanan lezat, telinganya dihibur dengan suara nyanyian merdu, tetapi sebanrnya masih ada sesuatu yang diabaikan, ialah hatinya belum diberi kepuasan.
Hati oleh karena adalah cahaya, agung, dan mulia, maka hanya bisa dipenuhi dan dipuaskan dengan kemuliaan, yaitu bertemu dengan Dzat Yang Maha Mulia, ialah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana disebutkan di muka, adalah melalui shalat khusu�, banyak berdzikir, dan membaca al Qur�an, adalah merupakan wisata hati yang murah dan sebenarnya akan mampu menghilangkan perasaan galau dan sumpek sebagaimana dimaksud. Wallahu a�lam -
Sumber : Imamsuprayogo.com
Seseorang yang memiliki jabatan tinggi bisa jadi kegalauannya timbul dari jabatannya itu, orang kaya raya menjadi galau, serba khawatir, was-was, oleh karena kekayaannya, orang yang sedang memiliki proyek besar dan apalagi merasa ada kekurangan dalam mengerjakan proyeknya itu, maka hatinya tidak akan tenang. Maka artinya, kelebihan justru akan menjadi sebab hati dan pikiran nya terganggu.
Orang yang sedang galau atau sumpek, biasanya tidur saja tidak nyenyak, makan tidak terasa nikmat, mau beristirahat masih teringat apa saja yang dimilikinya itu. Mereka khawatir tanggung jawab jabatannya tidak bisa diselesaikan, hartanya akan berkurang, dan proyeknya tidak berhasil diselesaikan. Akhirnya, apa saja yang dikejar-kejar, setelah sukses tidak selalu meringankan, melainkan justru menambah beban hidupnya.
Agar hidup ini tidak menjadi galau, maka sebenarnya ada cara-cara mudah untuk menghindari. Di antaranya, ialah seseorang harus pandai menata hatinya. Apa saja yang dimiliki tidak perlu dirasa sebagai miliknya secara berlebih-lebihan, dan harus dipertahankan. Apa saja yang dimilikinya itu seharusnya dipandang sama dengan dirinya sendiri. Kelebihan yang dimilikinya itu datang dan suatu waktu nanti akan kembali, ialah kembali ke asalnya. Demikian pula seharusnya disadari bahwa, dirinya sendiri dahulunya tidak ada, dan pasti suatu ketika nanti juga akan kembali menjadi tidak ada.
Suasana hati seperti secara singkat digambarkan itu, menjadikan seseorang tidak terlalu mencintai apa yang ada pada dirinya, baik jabatan, kedudukan, gelar, kekayaan, dan sebagainya. Boleh saja seseorang mencintainya, tetapi jika berlebihan maka dirinya sendiri justru akan menjadi tersiksa. Harta dan jabatannya, berapapun besar dan tingginya, tidak akan mampu menolong dirinya, tetapi kadang justru sebaliknya, keberadaan dirinya hanya menjadi alat oleh apa saja yang dimilikinya itu.
Sumpek atau galau itu letaknya di hati. Apa yang ada di dalam hati itu disebut ruh atau iman, yang seharusnya dipelihara. Caranya adalah berusaha mengingat Dzat Yang Memberi Kepercayaan itu, di antaranya melalui shalat yang khusu�. Yaitu, shalat yang mampu menghubungkan ruh atau iman itu dengan Allah dan Rasul-Nya. Perasaan berhasil bertemu yang dilakukan setidaknya lima kali dalam sehari semalam, menjadikan kegalauan atau rasa sumpek itu akan hilang dengan sendirinya. Namun, jika sesudah menjalankannya masih galau, maka shalatnya belum berhasil dilakukan secara khusu�.
Di zaman modern seperti sekarang ini, sejalan dengan semakin meningkatnya keadaan ekonomi, untuk mengusir kegalauan atau rasa sumpek, maka tidak sedikit orang menyediakan waktu untuk berekreasi, atau berwisata. Mereka bersama-sama keluarga datang ke mall, ke tempat-tempat wisata yang dianggap menarik dan indah, sekalipun harus menempuh perjalanan yang jauh dan berbiaya mahal. Namun apakah dengan berekreasi itu kegalauannya menjadi berkurang dan apalagi hilang, maka jawabnya masih belum tentu.
Bisa saja sepulang dari berekreasi atau berwisata, mereka justru merasa capek, uangnya habis, masih merasa tidak puas, dan akhirnya justru bertambah galau. Melalui kegiatan dimaksud, matanya dihibur dengan pemandangan indah, lidahnya dimanjakan dengan makanan lezat, telinganya dihibur dengan suara nyanyian merdu, tetapi sebanrnya masih ada sesuatu yang diabaikan, ialah hatinya belum diberi kepuasan.
Hati oleh karena adalah cahaya, agung, dan mulia, maka hanya bisa dipenuhi dan dipuaskan dengan kemuliaan, yaitu bertemu dengan Dzat Yang Maha Mulia, ialah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana disebutkan di muka, adalah melalui shalat khusu�, banyak berdzikir, dan membaca al Qur�an, adalah merupakan wisata hati yang murah dan sebenarnya akan mampu menghilangkan perasaan galau dan sumpek sebagaimana dimaksud. Wallahu a�lam -
Sumber : Imamsuprayogo.com