Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Prof. Dr. Imam Suprayogo : Shalat Sebagai Instrumen Mendidik Hati

Rabu, 28 September 2016 | 11.36 WIB Last Updated 2016-09-28T04:36:22Z

Takala berbicara pendidikan, perhatian banyak orang segera tertuju pada sekolah, peran guru, orang tua, buku teks, ujian dan sejenisnya. Hal itu tidak salah, sebab memang hal-hal tersebut selalu dibicarakan bersamaan dengan pembicaraan tentang pendidikan. Namun sebenarnya, pendidikan bisa saja berbentuk lain, ketika yang dimaksudkan pendidikan berkaitan dengan Ruh.

Ruh juga disebut iman, nur atau cahaya, sebenarnya bukan menjadi kewenangan manusia untuk mendidiknya. Ruh adalah urusan Tuhan. Tidak akan mungkin sesuatu yang berada di wilayah Tuhan diurus oleh manusia sendiri. Apalagi, juga dinyatakan di dalam al Qur�an bahwa : �Ruh adalah urusan Tuhan�. Namun demikian, manusia perlu mengetahui bagaimana Tuhan mengurus atau mendidik ruh itu.

Semua hal, termasuk kaitannya dengan ibadah atau kegiatan ritual, di dalam kehidupan ini ternyata telah ditetapkan tempat dan waktunya. Kegiatan ritual seperti zakat, puasa, dan juga haji, dan tentu termasuk juga pendidikan Ruh itu sendiri, ternyata telah ditentukan tempatnya. Puasa misalnya, ditentukan waktunya, yaitu Bulan Ramdhan pada setiap tahunnya. Zakat ditentukan waktunya pada setiap tahun sekali, dan demikian pula haji.

Ibadah shalat, sebenarnya bukan saja tentang waktunya yang ditentukan, tetapi juga menyangkut niat, bacaan, gerakan, dan bahkan juga tempatnya. Shalat harus dilakukan dengan menghadap ke kiblat atau ke Baitullah. Bahkan sebenarnya, bukan saja menghadap, ���-agar shalat itu dapat dijalankan secara khusu�, lebih dari itu hati orang yang sedang shalat harus tertuju pada tempat yang mulia itu. Ruh atau ingatan orang yang sedang shalat harus berada di Baitullah.

Pada waktu shalat, seseorang tidak boleh mengingat sesuatu apapun kecuali yang terkait dengan kegiatan ritualnya itu. Akan tetapi betapa sulitnya hal itu dilakukan, sekalipun dalam waktu yang amat singkat. Memanage hati dan pikiran sekalipun hanya sekitar lima menit, agar berkonsentrasi pada kegiatan shalat itu, ternyata bukan pekerjaan mudah Banyak orang mengeluhkan shalatnya, oleh karena dirasakan tidak khusu�. Pada saat memulai shalat, belum genap beberapa detik misalnya, perhatiannya sudah ke mana-mana. Begitu membaca takbiratul ikhram untuk mengawali shalat, yang bersangkutan sudah teringat banyak hal, misalnya pekerjaannya, keluarganya, apa saja yang sedang menjadi bebannya, dan bahkan hingga kunci, HP, dan apa saja yang tergolong sederhana lainnya.

Shalat yang dilakukan tanpa suasana khusu� seperti itu, bisa jadi secara syari�ah telah terpenuhi. Namun secara hakekat, yakni sebuah kegiatan yang dimaksudkan untuk bertemu dan menyembah kepada Allah, sebenarnya belum cukup. Shalat disebut khusu� jika orang yang sedang menjalankannya hingga berkeyakinan telah merasa ketemu pada Tuhannya. Manakala di dalam shalat, yang bersangjkutan lupa bahwasanya ia sedang menghadap kepada-Nya, melainkan justru mengingat hal lain di luar shalat misalnya mall, pasar, kebun, suami atau isteri, dan lain-lain, maka persembahan itu tidak akan sampai.

Berkonsentrasi di dalam menjalankan shalat ternyata bukan pekerjaan mudah, bahkan sebaliknya, diakui oleh banyak orang sebagai pekerjaan yang amat sulit dilakukan. Sebenarnya ada cara yang bisa dilakukan, yaitu bahwa sebelum memulai shalat, seseorang tidak saja menghadap ke kiblat atau Baitullah, tetapi hati atau ingatannya supaya diusahakan berada di tempat yang mulia itu. Pada waktu shalat, hendaknya dirasakan sedang berada di Rumah Allah, atau Baitullah itu. Sebagai contoh sederhana, ketika seseorang sedang berada di kantor atau di tempat kerja, maka hati atau ingatannya supaya diusahakan berada di rumahnya masing-masing. Pada kenyataannya, seseorang antara fisik dan hatinya tidak selalu berada di satu tempat.

Ibadah shalat sebenarnya adalah merupakan pekerjaan ruh atau apa yang ada di dalam hati setiap orang. Pada saat menjalankan shalat, maka hati seseorang supaya berusaha dipersambungkan, kontak, dipertemukan dengan Allah, yaitu Dzat yang menciptakan langit dan bumi serta seisinya. Manakala hati seseorang selalu tertuju dan terkonsentrasi pada Dzat Yang Maha Kuasa, di tempat tertentu, ialah di Baitullah, maka pada saat itu ruh sebenarnya sedang dididik oleh-Nya. Orang yang menjalankan shalat sebagaimana dijelaskan itu, maka lama kelamaan, penyakit hatinya akan dicabut, sehingga yang tersisa adalah hati yang baik dan sehat. Demikkian itulah manusia dididik oleh Allah dan Rasul-Nya, melalui shalat secara khusu�. Wallahu a�lama

×
Berita Terbaru Update