JAKARTA (Panjimas.com) – Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafi’i menilai, tindakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian seperti teroris karena menakuti-nakuti rakyat dengan adanya potensi makar pada Aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 mendatang di Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Menurutnya, Tito Karnavian masuk dalam tipe teroris yang dilakukan negara sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Padahal, kata Syafi’i, tuntutan peserta demonstrasi meminta Ahok ditahan sesuai aturan penegakan hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Hal ini berkaca, lanjut Syafi’i, dari kasus Lia Aminuddin (Lia Edden) dan Arswendo yang pada saat itu langsung ditahan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, karena melanggara Pasal 156a KUHP terkait penodaan agama.
Maka itu, ia menduga Kapolri Tito Karnavian sedang memutarbalikan fakta terkait aksi 212, guna bisa melakukan tindakan represif kepada peserta aksi dengan potensi makar.
“Ucapan Kapolri itu menimbulkan ketakutan, itu sama saja seperti teroris. Padahal yang demo itu hanya minta hukum ditegakkan. Berhenti memfitnah umat Islam, dan berhenti memutarbalikan fakta,” kata Syafi’i, Selasa 22 November 2016.
Lebih jauh, Syafi’i meminta Tito Karnavian untuk mundur sebagai Kapolri bila tidak bisa menangani demo 212 secara persuasif dan manusiawi. Sebab, ia melihat Tito Karnavian sedang mencari jalan pintas untuk mengesahkan menembaki rakyat karena dianggap melakukan potensi makar.
“Kalau tidak bisa kedepankan sikap manusiawi, HAM dan hukum lebih baik berhenti saja jadi Kapolri. Jangan justru ambil jalan pintas untuk mengesahkan menembaki rakyat dengan peluru tajam,” ujarnya.
“Menakuti-nakuti teror dengan makar yang padahal itu merupakan hak konstitusi seseorang. Ini sinyalemen agar di lapangan Polisi bisa bertindak represif kepada rakyat,” ujarnya.
Sementara itu, Syafi’i pun mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa menjelaskan ke publik perihal demo 411 di depan Istana Negara.
Dimana, pada saat itu instruksi Kapolri Tito Karnavian tidak digubris oleh anak buahnya untuk menghentikan tembakan gas air mata ke arah demonstran yang jumlahnya jutaan orang.
“Selama ini sudah berapa orang diperiksa, dan komandan yang dipanggil. Siapa dalang yang memerintahkan tembakan itu. Ini kan sama saja seperti drama politik. Harusnya Kapolri itu sikapnya profesional, kuat, dan sabar. Bukan justru cari kambing hitam dengan isu kuno (makar),” katanya. [AW/viva] / panjimas.com
Menurutnya, Tito Karnavian masuk dalam tipe teroris yang dilakukan negara sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Padahal, kata Syafi’i, tuntutan peserta demonstrasi meminta Ahok ditahan sesuai aturan penegakan hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Hal ini berkaca, lanjut Syafi’i, dari kasus Lia Aminuddin (Lia Edden) dan Arswendo yang pada saat itu langsung ditahan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, karena melanggara Pasal 156a KUHP terkait penodaan agama.
Maka itu, ia menduga Kapolri Tito Karnavian sedang memutarbalikan fakta terkait aksi 212, guna bisa melakukan tindakan represif kepada peserta aksi dengan potensi makar.
“Ucapan Kapolri itu menimbulkan ketakutan, itu sama saja seperti teroris. Padahal yang demo itu hanya minta hukum ditegakkan. Berhenti memfitnah umat Islam, dan berhenti memutarbalikan fakta,” kata Syafi’i, Selasa 22 November 2016.
Lebih jauh, Syafi’i meminta Tito Karnavian untuk mundur sebagai Kapolri bila tidak bisa menangani demo 212 secara persuasif dan manusiawi. Sebab, ia melihat Tito Karnavian sedang mencari jalan pintas untuk mengesahkan menembaki rakyat karena dianggap melakukan potensi makar.
“Kalau tidak bisa kedepankan sikap manusiawi, HAM dan hukum lebih baik berhenti saja jadi Kapolri. Jangan justru ambil jalan pintas untuk mengesahkan menembaki rakyat dengan peluru tajam,” ujarnya.
“Menakuti-nakuti teror dengan makar yang padahal itu merupakan hak konstitusi seseorang. Ini sinyalemen agar di lapangan Polisi bisa bertindak represif kepada rakyat,” ujarnya.
Sementara itu, Syafi’i pun mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa menjelaskan ke publik perihal demo 411 di depan Istana Negara.
Dimana, pada saat itu instruksi Kapolri Tito Karnavian tidak digubris oleh anak buahnya untuk menghentikan tembakan gas air mata ke arah demonstran yang jumlahnya jutaan orang.
“Selama ini sudah berapa orang diperiksa, dan komandan yang dipanggil. Siapa dalang yang memerintahkan tembakan itu. Ini kan sama saja seperti drama politik. Harusnya Kapolri itu sikapnya profesional, kuat, dan sabar. Bukan justru cari kambing hitam dengan isu kuno (makar),” katanya. [AW/viva] / panjimas.com